Sabtu, 11 Februari 2012

FDI and Stock Market

Dalam dua tahun terakhir Indonesia disejajarkan dengan dua negara berkembang lain yaitu Cina dan India yang sukses meningkatkan perekonomiannya ditengah badai krisis finansial global yang berawal dari runtuhnya industri keuangan di Amerika Amerika Serikat. Dampak krisis finansial mendunia karena  hampir semua negara maju dan negara berkembang yang terkait dengan keuangan global merasakan kegetiran, karena pemilik modal menarik dananya dari tempat yang dianggap rentan terhadap krisis global. Dengan susah payah Pemerintah berbagai negara maju di Eropah dan Amerika, mengeluarkan dana untuk membail out sektor perbankannya yang mulai berjatuhan.
Saat ini beberapa  negara Uni Eropa yaitu Spanyol, Portugal dan terutama Yunani, sedang menghadapi krisis keuangan yang kembali mencuat  dan menimbulkan kekhawatiran akan berdampak kepada perekonomian Uni Eropa yang menggunakan mata uang Euro. Kondisi ini menjadikan negara yang berhasil melewati krisis dengan baik seperti Cina dan India menjadi pilihan menarik untuk investasi. Selama dua tahun terakhir aliran modal baik melalui pasar modal maupun  foreign direct investment ke dua negara tersebut terus meningkat. Sehingga kini banyak pihak yang mengganggap harga saham di Cina sudah terlalu tinggi dan banyaknya direct investment juga sudah mulai menyebabkan ekonomi Cina mulai memanas. Akibat kekhawatiran bubble economy yang mungkin akan dihadapi Cina, kini investor mulai mencari tempat investasi lain yang masih menjanjikan.
Indonesia yang semula kurang dilirik investor, kini menjadi salah satu  alternatif investasi yang menjanjikan. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yaitu 4,5% selama tahun 2009 yang bahkan diatas perkiraan banyak pihak merupakan bukti bahwa Pemerintah dan dunia usaha di Indonesia telah mampu menjaga kestabilan ekonominya selama krisis berlangsung. Inflasi yang rendah selama tahun 2009, nilai tukar Rupiah yang menguat, dan cadangan devisa yang meningkat memberikan sinyal positif kepada investor. Pasca krisis finansial, aliran modal yang masuk ke Indonesia lebih banyak masuk melalui pasar modal khususnya pada pasar saham. Terlihat dari melejitnya Index Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mampu mencapai rekor tertinggi selama ini yaitu 2500. Kuatnya fundamental perekonomian dalam negeri membuat IHSG mampu keluar dari tekanan krisis global sejak kuartal I/2009.
Dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 yang cukup baik dan kinerja emiten yang tetap solid, IHSG berpeluang mencapai  level 2600. Namun suhu politik dalam negeri pasca pemilu yang terus memanas memberikan dampak negatif terhadap perdagangan saham. Sentimen politik yang cukup kencang seperti perseteruan KPK-Polri yang berlanjut pada kasus Bank Century direspons negatif pelaku pasar. Ini terlihat dari nilai transaksi yang semakin susut dan gerak indeks yang relatif stagnan. Keberhasilan dalam menarik investor di pasar modal oleh banyak pihak dinilai  belum banyak memberikan dampak positif ke sektor riil. Apabila aliran modal berupa foreign direct investment  telah meningkat, barulah dampaknya kepada perekonomian secara luas akan mulai terasa.
Memasuki tahun 2010 Indonesia berpeluang untuk kembali menjadi tempat investasi yang menarik bagi investor asing, karena selama ini besarnya pasar domestik telah terbukti mampu menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi.  Berbagai negara seperti Korea Selatan dan Jepang telah melakukan relokasi bagi pabrik-pabriknya dibeberapa negara Asia termasuk Indonesia. Bahkan ketika krisis finansial masih berlangsung, perusahaan dari Korea Selatan terus meningkatkan investasinya di Indonesia. Peluang untuk menjadikan Indonesia sebagai tempat yang menarik untuk investasi sangatlah terbuka saat ini. Namun hal itu bukan tidak ada hambatan, bahkan kalau tidak berhati-hati Indonesia bisa kehilangan momentum yang baik saat ini.
Tidak bisa kita mungkiri bahwa investor pasar modal Indonesia saat ini masih didominasi investor asing. Peran investor asing ini di satu sisi membawa dampak positif meningkatkan likuiditas berupa aliran modal masuk (capital inflow), tetapi di sisi yang lain merupakan ancaman instabilitas pasar ketika investor asing ini keluar dan menarik modalnya (capital outflow) secara pasif dan tiba-tiba. Sampai saat ini di pasar modal Indonesia belum mengindikasikan adanya capital outflow secara besar-besaran sebagai dampak dari krisis keuangan AS. Namun demikian, harus mewaspadai kemungkinan terjadinya penarikan modal investor asing secara besar-besaran. Ketidakpastian perekonomian global sebagai dampak dari krisis keuangan AS masih dominan dan memberikan peluang terjadinya capital outflow secara besar-besaran di pasar saham Indonesia. Pengembangan pasar saham tidak dapat diabaikan dalam perekonomian apapun, hal ini dapat meningkatkan investasi, tabungan dan pertumbuhan ekonomi (Levine dan Zervos, 1996). Pasar saham merupakan bagian integral dari sistem keuangan perekonomian dan replika dari kekuatan ekonomi suatu negara. Pengembangan pasar saham adalah hasil dari berbagai faktor seperti nilai tukar, stabilitas politik, (Gray, 2008),  liberalisasi ekonomi dan investasi langsung asing (foreign direct investment atau FDI), (Adam, et al, 2008). 
FDI merupakan sumber pembiayaan luar negeri yang paling potensial dibandingkan dengan sumber yang lain. Panayotou (1998) menjelaskan bahwa FDI lebih penting dalam menjamin kelangsungan pembangunaan dibandingkan dengan aliran bantuan atau modal portofolio, sebab terjadinya FDI disuatu negara akan diikuti dengan transfer of technology, know-how, management skill, resiko usaha relatif kecil dan lebih profitable. Kehadiran FDI mampu memberikan kontribusi yang besar dalam mendorong kinerja laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, mendorong timbulnya industri pasokan bahan baku lokal, proses alih teknologi dan manajemen, serta manfaat bagi investor lokal. Manfaat yang paling menonjol adalah berkembangnya kolaborasi yang saling menguntungkan dan terjalin antar investor asing dengan kalangan pembisnis local.
Menurut Claessens et al., (2001) foreign direct invesment (FDI) merupakan sumber utama dari arus modal (capital inflow) di sebagian besar negara berkembang dimana terjadinya kesenjangan modal (gap of capital), teknologi (technology), keterampilan manajerial (managerial skill), pembentukan modal manusia (human capital formation) dan lingkungan bisnis yang lebih kompetitif (competitive business environment).  Kesenjangan atau perubahan tersebut terjadi karena perkembangan teknologi, pengurangan pembatasan bagi investasi asing dan akuisisi di banyak negara, serta deregulasi dan privatisasi di berbagai industry (Baker et al., 2004). Berkembangnya sistem teknologi informasi serta komunikasi global yang makin murah, memungkinkan manajemen investasi asing dapat dilakukan dengan lebih mudah. Keputusan investasi ke luar negeri merupakan hasil dari proses yang kompleks dan berbeda dari investasi di dalam negeri. Investasi di luar negeri biasanya di dasari oleh pertimbangan strategik, pertimbangan perilaku dan pertimbangan ekonomis yang kompleks.
Kemajuan teknologi juga  mempercepat tren globalisasi dalam pasar saham dengan menghubungkan pasar menjadi lebih dekat. Secara khusus, akses jarak jauh ke sistem perdagangan sekarang ada di mana-mana, hal ini menyiratkan bahwa layanan yang ditawarkan oleh pasar saham sekarang dapat dengan mudah diakses dari mana saja, termasuk perusahaan yang memiliki saham-saham yang diperdagangkan di pasar luar negeri dan masih dapat diakses oleh investor lokal. Mengingat sifat jaringan pasar saham, likuiditas yang tinggi meningkatkan nilai transaksi di bursa seperti New York atau London, menyebabkan lebih banyak konsentrasi order flow dan meningkatkan likuiditas. Ke depan, tren-tren global yang cenderung mempercepat teknologi untuk meningkatkan hubungan intermarket. Tren ini mungkin akan memberikan penekanan pada pengembangan pasar saham sebagai alat untuk menjamin mobilisasi sumber daya yang efisien dan alokasi untuk sektor korporasi.
Claessens et al., (2001) berpendapat bahwa ada dua pandangan mengenai korelasi antara FDI dengan pengembangan pasar saham. Pertama, FDI cenderung lebih besar pada negara-negara yang lebih berisiko, finansial terbelakang, dan kelembagaan yang lemah. Pandangan Claessens ini didukung oleh Hausman dan Arias (2000) yang mengatakan bahwa FDI adalah pengganti (subsider) untuk pengembangan pasar modal. FDI terjadi untuk mengatasi kesulitan investasi melalui pasar modal, mengingat bahwa hak-hak pemegang saham tidak dilindungi. Menurut pandangan ini, FDI seharusnya berkorelasi negatif dengan pengembangan pasar saham.
Pandangan lain mengatakan FDI masuk ke negara-negara dengan baik lembaga dan fundamental, membantu mengembangkan sistem keuangan domestik. FDI dapat menjadi “bahan bakar” bagi perkembangan pasar saham melalui saluran yang berbeda. Pertama, FDI dapat berhubungan positif dengan partisipasi perusahaan dalam pasar modal, karena investor asing mungkin ingin untuk mendanai bagian dari investasi dengan modal eksternal atau mungkin ingin kembali investasi mereka dengan menjual saham di pasar modal. Kedua, mengingat bahwa investor asing sebagian berinvestasi melalui pembelian ekuitas yang ada, kemungkinan likuiditas pasar saham akan meningkat. Dengan demikian, nilai yang diperdagangkan di dalam negeri dan luar negeri (secara internasional), atau keduanya bisa meningkatkan, tergantung di mana pembelian tersebut terjadi. Singkatnya, FDI dikatakan sebagai pelengkap (komplementer), bukan pengganti (subsider), pengembangan pasar saham. Dalam pandangan ini, FDI harus berkorelasi positif dengan pengembangan (domestik atau internasional) ekuitas pasar.
Sementara Adam dan Tweneboah, (2010) mengatakan bahwa peran FDI dalam pengembangan pasar saham negara berkembang dianggap sangat kuat. Hal ini disebabkan adanya hubungan kausalitas segitiga yaitu; (1) FDI merangsang pertumbuhan ekonomi, (2) Pertumbuhan ekonomi memberikan dampak positif pada pengembangan pasar modal, dan (3) Implikasinya adalah bahwa FDI mendorong perkembangan pasar saham.

0 komentar:

Posting Komentar

Currency Converter